Thursday, 11 July 2019

Traveling ke Kashmir, India: Menginap di House Boat, Hangat di Musim Dingin

Pergi ke Kashmir akan menjadi perjalanan paling mengesankan dalam hidup saya. Semoga bukan perjalanan menakjubkan yang terakhir, tapi saya pastikan, kalaupun nanti saya mengalami sebuah perjalanan hebat lagi di lain waktu, itu tidak akan menggeser Kashmir dari daftar tujuan paling memorable dalam curriculum vitae traveling saya.

Di Kashmir, untuk pertama kalinya saya yang makhluk tropis tulen ini akhirnya bisa merasakan musim dingin. LIHAT SALJU! Awal tahun adalah puncak musim dingin di sana, tebal saljunya bisa lebih dari tinggi orang dewasa. Di Kashmir, saya merasakan suhu hingga minus dua belas derajat celcius, rasanya kepengen mandi pakai kopi torabika yang baru diseduh.

Sepanjang perjalanan dari bandara Kota Srinagar menuju Dal Lake, sebuah danau besar di kawasan Kashmir, warna dominan putih mengcover tiap petak ladang, atap rumah, hingga batang-batang pohon tanpa daun. Para penduduk dan tentara terlihat tidak banyak bergerak dan memilih mencari kenyamanan dalam pakaian hangat mereka.

Tujuan saya adalah Dal Lake. Di sana lah saya akan menginap, menghabiskan dua malam di bekunya udara Kashmir. Dal Lake menjadi salah satu faktor yang membuat saya cukup antusias. Karena penginapan saya akan berada di tengah-tengahnya berbentuk perahu.

Di tepian danau ada berjejer gat (dermaga) tempat perahu-perahu bersandar untuk mengantarkan penumpang dari dan ke house boat mereka. Biasanya harga menyebrang sudah termasuk dengan harga menginap. Tetapi, kalau ingin menyebrang di luar pergi-pulang ke penginapan, harganya sekitar 15-20Rs.

Perahu yang saya tumpangi bersandar di gat nomor 7, sesuai dengan alamat yang diberikan pemilik house boat. Awalnya saya sempat khawatir akan tersasar mengingat banyaknya dermaga, namun ternyata patokannya cukup mengingat di gat nomor berapa. Semua driver atau travel agent mana pun di Kashmir pasti tahu ke mana harus mengantar atau menjemput.

Pemilik perahu mengendalikan kendaraan yang kami tumpangi dengan sebilah kayu panjang. Perahu kayu kecil itu sudah dipersiapkan menyambut musim dingin. Di deknya terdapat kursi lapis beludru dan selimut. Saya merasa lebih keren dari Sultan Persia saat itu. Cewek-cewek cantik yang naburin bunga mana, nih?

Perahu berjalan pelan namun pasti, seolah ada autopilot yang membuatnya tidak salah memilih jalur di antara gang-gang house boat yang rapat. Setiap berpapasan dengan perahu lain, pemilik dari perahu lain itu menyapa kami. Keramahan ala Khasmir yang membuat musim dingin di sana terasa hangat. Dan ada beberapa perahu yang mendekat untuk sekadar menawarkan saffron, bunga khas Kasmir yang konon katanya memiliki banyak manfaat, harganya mahal.

Saya menginap di sebuah house boat milik Kashmiri bernama Shani. Sebuah perahu kayu berlambung besar dengan dek yang di modifikasi menjadi beberapa ruangan untuk dapur, kamar tidur, gathering room, hingga toilet.

Roti Kashmir dan omelet menjadi menu makan siang saya ketika baru sampai. Penjaga house boat dengan telaten mengenalkan tempat menginap saya soal letak ruangan-ruangan yang mungkin saya perlukan, memberitahu password wifi, mengajari bagaimana cara mengaktifkan pemanas air di toilet, dan menunjukkan arah kiblat karena mereka tahu saya dari Indonesia dan muslim.

Saya menginap di kamar untuk ukuran twin bedroom. Bertumpuk-tumpuk lapisan selimut terbuat dari wol Kashmir disiapkan guna menyelamatkan saya dari suhu minus tujuh saat malam datang. Kasur empuknya juga dilengkapi oleh heater. Interiornya yang dominan merah marun menambah kesan hangat suasana di dalam. Masih kedinginan? Tenang saja, ada alat pemanas tradisional berupa tungku berbentuk tabung alumunium untuk membakar kayu. Sekadar informasi, fasilitas ini tidak akan ditemui jika menginap di hotel konvensional atau berbintang. Ketika malam tiba, duduk di dekat tungku ini sambil menikmati secangkir teh Kashmir sungguh membuat udara dingin menjinak.

“This is for you, the best tea in the world!” Begitu kata mereka ketika menyajikan teh.



Dari kamar, tidak bisa memandang ke luar jendela karena house boat yang berhimpitan. Jadi kalau mau melihat pemandangan Danau Dal, pergi lah ke balkon di bagian belakang house boat. Voila, komplek perumahan perahu dengan latar perbukitan yang seperti ditaburi gula halus berwarna putih siap menemani waktu minum teh atau kopi.

Berapa harga per malamnya? Ada beberapa pilihan untuk ke Kasmir. Jika kita memilih untuk memakai travel agent, biasanya harga sudah masuk di dalam harga paket wisata. Paket paling umum dan ekonomis adalah 17.500Rs untuk tur India dengan rute Jaipur, Agra, New Delhi, dan Kashmir. Tetapi jika memutuskan untuk datang sendiri pun tidak masalah, harga per malam di house boat berkisar antara 100-200 ribu rupiah/pax/night. Tergantung lokasi dan musim. Karena tiap musim memerlukan treatment berbeda bagi pengunjung. Contohnya kalau musim dingin mereka perlu menyiapkan kayu bakar dan pemanas tambahan.

Kekurangan menginap di house boat Danau Dal, Kashmir, ini adalah listriknya yang kadang-kadang mati karena daya yang harus banyak berbagi dengan house boat lainnya. Tetapi biasanya terjadi di malam hari ketika kita nyenyak tidur, itu pun tidak lama. Jadi jangan khawatir untuk mengisi daya gadget semalaman untuk persiapan tur esok hari.

Kashmiri (sebutan untuk orang Kashmir) sangat ramah. Jangan sungkan untuk bertanya. Jika bingung mau ke Kashmir, silakan kontak Kashmiri yang saya temui selama di sana. Mereka sangat helpful. “We aren’t Indian, we are Kashmiri.”. Selamat berlibur, di surga dari bumi =)

Shani : +91 99064 68482

Hilal : +91 70069 70151

Idris : +91 90184 56683


Share:

Friday, 5 July 2019

Mendaki Gunung Ciremai Via Linggarjati, Dilematis!

“Kalo mau naek gunung beneran, coba ke Gunung Ciremai lewat jalur Linggarjati”

Ini kedua kalinya saya ke Gunung Ciremai. Yang pertama punya cerita cukup spesial karena saya dan tim mendaki disambut hujan deras di jalur Palutungan, dan ada anggota yang sudah berumur 60-an. Semua pakaian yang saya bawa basah waktu itu, padahal sudah saya lapisi plastik dan tas pun rasanya rapat terlindung rain cover. Bisa dibayangkan derasnya hujan saat itu sedahsyat apa.

Kutipan di atas adalah perkataan seorang teman yang suatu hari sempat berbincang dengan saya tentang gunung. Dan akhirnya datang juga celah waktu, dan kelebihan rejeki untuk saya kembali mengunjungi Gunung Ciremai. Namun, lewat jalur yang berbeda. Melalui jalur yang pernah disarankan teman saya. Jalur Lingarjati.

Saya informasikan sedikit bagaimana cara ke pos Linggarjati. Kalau dari Jakarta, naik bus tujuan Kuningan, nanti turun di depan minimarket pos Linggarjati. Lalu carter angkot ke basecamp. Jika naik kereta, maka stasiun terdekat adalah Cirebon. Dari sana bisa naik mobil elf, atau travel. Enaknya jalur Linggarjati adalah, selalu ramai di jam berapa pun karena tepat di sisi jalur Pantura. Letak basecamp-nya tidak jauh dari Museum Perjanjian Linggarjati, tempat di mana dulu para founding father kita berunding dengan Belanda yang mengakui secara de facto wilayah RI meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera. Biaya simaksi lima puluh ribu rupiah, sudah termasuk paket sekali makan, dan nanti dapat sertifikat.


Gunung Ciremai adalah gunung tertingi di Jawa Barat dengan ketinggian 3.078 mdpl (meter di atas permukaan laut). Melalui jalur Linggarjati, kita hanya perlu naik angkot 10 menit dari titik turun bus di ruas Pantura untuk sampai basecamp dan mengurus simaksi. Berbeda dengan gunung lain, yang untuk mecapai basecamp-nya saja harus gonta-ganti moda transportasi karena letaknya yang jauh di atas. Jadi, bisa dikatakan mendaki Gunung Ciremai dari pos Linggarjati betul-betul dimulai dari hampir titik nol. Dengan kata lain, kalau memang sampai puncak, maka 3.078mdpl itu nyaris seluruhnya ditempuh dengan kekuatan kaki.

Ada beberapa situasi menantang yang memerlukan perhitungan matang untuk mencapai puncak Gunung Ciremai jika melalui jalur Linggarjati.

1. Minim Air

Sumber air terakhir berada di pos 3. Itu pun harus berjalan sekitar setengah jam untuk mencapainya. Saran saya, beli jerigen di warung-warung dekat basecamp dan isi penuh semuanya di sini. Bijak-bijak menggunakan air, sampai puncak sudah tidak ada lagi sumber air yang proper.

2. Pos Yang Banyak

Mendaki Gunung Ciremai via Linggarjati memerlukan kesabaran dan fisik ekstra. Ada 13 pos yang harus dilewati. 13 pos, cuy! Lewat jalur Palutungan saja hanya ada sekitar 5-6 pos. Di sini saya baru paham, “…naek gunung beneran…”. Situasi seperti ini membuat pendakian rata-rata, jika ingin sampai puncak, membutuhkan waktu 3 hari 2 malam.

This is the situation, kalau di malam ke dua belum sampai, setidaknya pos 10 ke atas, maka lupakan ke puncak. Nikmati saja bermalam di tenda lalu turun keesokan paginya. Sekadar informasi, saya buka tenda di pos 11, summit jam 5 pagi dan baru sampai puncak jam 9-an. Bagaimana kalau berjalan terus walau sudah malam untuk memburu waktu? Bisa saja. Tapi ingat poin nomor 1. Dengan banyaknya pos dan sulitnya medan, konsumsi air akan semakin banyak. Belum bekal untuk perjalanan ke puncak yang kalau cuaca cerah sangat terik dan kering, bikin tenggorokan sangat mudah merindu sentuhan air. Belum untuk keperluan memasak, cuci-cuci, dan lain-lain.

Mendaki Gunung Ciremai lewat pos Linggarjati memang seru, tetapi dilematis. Stamina, persediaan air, dan waktu harus cocok semuanya. Ada salah satu yang terlewat, lupakan ke puncak, atau hanya akan mebahayakan diri sendiri. Selesai? Belum. Satu-satunya pemandangan indah di Ciremai adalah di puncak, selebihnya hutan, hutan, dan hutan belaka. Hayo, kalau mau foto-foto buat konten sosmed ya harus sampai puncak. Untuk sampai puncak, ya harus mempertimbangkan faktor-faktor tadi. Dilematis, kan? Oh iya ada pos yang namanya cukup spooky, ‘Kuburan Kuda’. Cuek saja kalau sampai sini, santai, oke? Oke, selamat mendaki!




Share:

Thursday, 2 May 2019

TIPS DAN HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN KETIKA TRAVELING KE KASHMIR, INDIA



Pergi liburan ke luar negeri tidak semua orang mampu baik dalam segi waktu, materi, atau kesanggupan. Namun, jauh sebelum saya memiliki semua itu, bepergian ke luar negeri masih bisa saya bayangkan. Yan tidak pernah terbayang adalah, pergi ke luar negeri yang daerahnya adalah bagian dari konflik horizontal antarbangsa.

Mungkin tidak seekstrim Afganistan, Irak, atau negara-negara Afrika yang sedang berjibaku dengan perang saudara berkepanjangan. Pergi ke Kashmir, sebuah daerah yang sejak kurang lebih tujuh puluh tahun lalu menjadi ‘lahan’ sengketa antara India, Pakistan, dan Tiongkok sungguh tidak pernah terbayangkan bahkan dalm mimpi terindah saya.

Saya tidak bisa cerita panjang tentang sejarah Kashmir Karena selain saya bukan ahlinya, tujuan ditulisnya artikel ini bukan untuk itu. Intinya, Kashmir adalah kawasan indah di kaki Himalaya yang sangat layak masuk ke daftar tempat wajib dikunjungi sebelum mati. Seberapa indahnya Kashmir? Well, beberapa kali saya ke tempat-tempat indah di Indonesia atau luar negeri, tetapi belum pernah saya membaca statement penuh percaya diri berbentuk sebuah plang di bandara bertuliskan, “WELCOME TO PARADISE ON EARTH”. Sebuah pernyataan yang tidak mungkin ada jika Kashmir biasa-biasa saja.

Saya ke Kashmir melalui India. Karena Kashmir adalah daerah konflik dengan treatment khusus dari pemerintah India, maka traveling ke sana pun perlu persiapan yang berbeda. Karena saya ke sana di Bulan Januari ketika musim dingin sedang berada pada puncaknya, maka saya akan berbagi tips traveling ke sana dengan beberapa kondisi musim dingin. Berikut yang mesti diperhatikan jika berencana traveling ke Kashmir.

1. Transportasi, dan Jadwal Penerbangan Setahu saya, dari kota-kota besar di India, Kashmir hanya bisa diakses lewat udara melalui New Delhi. Penerbangan saya ke Kashmir sempat dicancel dan saya mencari alternatif lain ke sana melaui bandara lain, tetapi tidak ada. Tujuannya adalah Kota Srinagar. Ada dua maskapai budget yang saya rekomendasikan tujuan Srinagar, yaitu Air Asia dan Indigo. Ingat, masing-masing maskapai hanya punya sekali jadwal terbang ke Srinagar dalam sehari.

Jika sedang musim dingin, bersiap-siap dengan delay cukup lama atau bahkan reschedule penerbangan karena bisa jadi Srinagar dan sekitarnya sedang dilanda cuaca buruk akibat lebatnya salju. Kalau musim dingin, pesawat adalah satu-satunya moda transportasi yang bisa ke Kashmir melalui Srinagar. Bus dan kereta tidak akan bisa karena jalur ke sana ditutup akibat salju.

2. Bersikap Wajar Saya sudah memberi highlight sekilas bahwa Kashmir adalah daerah konflik, dan seperti daerah konflik lain, pemerintah India seperti memberlakukan darurat militer di sini. Mulai dari bandara, kawasan pertokoan, perempatan jalan, hingga gang-gang rumah penduduk kita akan biasa menjumpai serdadu berpakaian loreng lengkap dengan senjata laras panjang tersampir di bahu.

Jangan panik atau bersikap aneh, sudah tugas mereka untuk waspada hingga kadang seperti mengintimidasi. Mereka kerap melakukan random checking terutama bagi turis. Di beberapa tempat wisata, mobil yang saya tumpangi disuruh berhenti, saya disuruh turun lalu isi tas diperiksa, dan diminta menunjukkan paspor. Pernah botol minum saya oleh tentara dibuka lalu dicium isinya, entah lah, mungkin mereka mengira isinya cairan kimia yang bisa meledak. Padahal kalau itu betul, saya sudah meledak sejak di New Delhi.

Agak mengganggu memang perlakuan tentara di sana. Ini saya rasakan ketika akan pulang kembali ke New Delhi. Mau masuk bandara, saya masih di dalam mobil dicek satu-satu semua dokumen dan tiket. Lalu di suruh turun dan berjalan ke sebuah pos jaga lalu melewati beberapa pemeriksaan x-ray. Sesudah di dalam bandara pun kegiatan lewat melewati mesin x-ray masih terjadi beberapa kali. Itu belum termasuk pemeriksaan manual di mana semua isi tas saya diperiksa, kamera SLR saya disuruh dinyalakan dan dicek isi fotonya, hingga payung biru kesayangan saya hampir disita karena dikira senjata tajam.

Ribet? Iya. Tapi itu lah harga kedaulatan sebuah negara, dan kita mesti hormati.

3. Berpakaian Sopan
Sebetulnya tidak hanya ke Kashmir saja, berpakaian sopan wajib di mana pun. Kashmir adalah wilayah yang free dominantly muslim, dan tujuan wisatanya ada masjid juga. Tidak ada salahnya kita berpakaian sopan, minimal bercelana panjang. Kita tidak pernah tahu tingkat standar kepatutan di sana. So, yes, lebih aman kalo berpakaian yang tidak banyak memancing perhatian.

Waktu saya ke sana kebetulan sedang winter. Jadi tidak ada alasan untuk menggunakan pakaian aneh-aneh. Saya merasakan suhu paling dingin di Kashmir menyentuh minus dua belas derajat celcius. Di penginapan, di tengah Danau Dal, suhunya minus tujuh derajat. Saya ingin membuat pengakuan, selama tiga hari di Kashmir saya tidak mandi. Tidak usah membayangkan dinginnya air, membuka baju pun saya tidak berani.

4. Kartu SIM

Sesampai di Kashmir, walaupun kita sudah memiliki kartu SIM India, kita tetap harus ganti dengan nomor lokal atau paling tidak harus reggistrasi lagi. Paket roaming dari provider Indonesia pun tidak berlaku di sini. Entah apa tujuan divisi komunikasi dan informasi India memberlakukan kebijakan ini. Mungkin karena supaya pemerintah sana bisa lebih mengontrol jalur komunikasi yang keluar-masuk kali, ya? Namanya juga daerah konflik.

5. Waktu Kunjungan
Jangan ke Kashmir ketika hari kemerdekaan India (26 Januari). Why? Sebagai bentuk protes, pada hari itu nadi kehidupan di Kashmir lumpuh. Semua toko tutup, mereka yang berdagang memilih diam di rumah sementara di berbagai kota lain di India mengadakan peringatan hari kemerdekaan secara meriah. Namun, kita tetap bisa ke tempat-tempat wisata andalan Kashmir seperti Gulmarg, Pahalgam, atau Pari Mahal. Terbayang kan, lagi liburan tapi nyaris semua sarana dan prasarana tutup?

Mengutip perkataan Shani, pemilik house boat tempat kami menginap, waktu terbaik untuk mengunjungi Kashmir adalah saat musim panas. Di mana lembah-lembah sedang hijauh-hijaunya dan bunga tulip bermekaran. Antara bulan April atau Mei.
 
6. Tempat Wisata
Saat musim dingin, dan ini berdasarkan pengalaman saya, tempat wisata utama di Kashmir adalah:

- Gulmarg : Untuk ke sini butuh dua kali ganti mobil karena jalan yang menajak dan bersalju. Di sana kita bisa naik gondola dan main ski.

- Pahalgham : Atraksi utamanya adalah naik kuda poni melewati padang salju dan hutan cemara. 


Tentang pengalaman main ski dan naik gondola di Gulmarg akan saya tuliskan di artikel lain. Kalau ke Kashmir di musim lain, mungkin bisa ke kebun bunga Indira Gandhi.

Demikian informasi yang bisa saya bagi tentang Kashmir. Semoga daerah ini tetap indah adanya, dan yang terpenting selalu damai. Amin.






Share:

Tuesday, 9 April 2019

Kesan Setelah Mencoba Naik MRT Jakarta

Ketika travelling ke luar negeri, hal yang membuat saya excited adalah mencoba transportasi umumnya. Khususnya yang tidak ada di Indonesia. Di Indochina ada tuktuk, di India ada auto ricksaw, lalu di Malaysia dan Singapura ada MRT.

Dulu sempat senang tuh waktu proyek monorail di Jakarta digadang-gadang akan menjadi solusi kemacetan ibukota yang sangat semrawut kayak rambut Kunto Aji belom keramas dua siklus revolusi tata surya. Nyatanya, angan-angan saya bisa naik moda transportasi yang seperti dimiliki negara-negara maju tersebut harus tertunda.

Dan pada bulan Maret 2019 yang lalu, akhirnya Indonesia punya angkutan umum massal berbasis rel dengan spesifikasi ‘wah!’ bernama MRT (In English= Mass Rapid Transit, Bahasa Indonesia= Moda Raya Terpadu). Kenapa ‘wah!’? Karena sebelumnya, MRT ini dalam mindset saya hanya dimiliki oleh negara-negara maju.

Peresmian MRT menimbulkan euforia luar biasa bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Berbondong-bondong mereka menjajal seunggul apa transportasi baru berplatform rel ini. Saya pun tidak mau ketingglan, dong, biar tidak dikucilkan dari pergaulan dan tatanan sosial. Sewaktu masa percobaan gratis, ponsel saya sudah seperti Stasiun Manggarai, isinya foto-foto kereta MRT yang diupload kawan-kawan media sosial saya.

Saya baru sempat mencoba MRT ketika masa percobaan gratisnya sudah habis. Jadi mesti bayar. Saya naik dari stasiun Dukuh Atas hingga ke Stasiun Terakhir di Lebak Bulus. Jarak terjauh harga tiket sekali jalannya Rp. 14.000.

Setelah saya coba, saya menemukan dua keunggulan MRT yang paling menonjol di antara moda-moda angkutan umum lain di Jakarta.

1. Ketepatan, dan Kecepatan Waktu Tunggu dan Waktu Tempuh
Menunggu MRT rasanya tidak perlu berlama-lama. Jarak antar satu kereta ke kereta berikutnya tidak sampai 10 menit. Ini penting karena bisa menghindari penumpukan penumpang. Tetapi yang paling krusial adalah waktu tempuh, dari Dukuh Atas sampai Lebak Bulus tidak lebih dari setengah jam. Harusnya, harusnya loh ya, ini menjadi daya tarik cukup signifikan bagi mereka yang mau pindah dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.


2. Bebas Hambatan 
Di tengah banyaknya keluhan pengguna Commuterline yang sering keretanya tertahan lama karena harus mengalah kepada kereta bandara, dan kereta jarak jauh, atau adanya gangguan sinyal, MRT datang memberi harapan bahwa masalah itu tidak akan terjadi. Karena MRT tidak berbagi jalur dengan kereta lain, dan teknologinya lebih canggih. Kalaupun berdesak-desakkan, setidaknya MRT lebih nyaman dibanding Commuterline.

Lalu apa keluhannya setelah menggunakan MRT? Nah, kemarin ketika saya mencoba MRT ini, saya juga membuat sebuah video pendek. Isinya mengenai pendapat seorang penumpang MRT yang mana teman saya sendiri. Coba diklik videonya, dan jika berkenan disubscribe juga channel Youtube-nya. Hehehe. 


Intinya, saya berharap kedepannya MRT bisa mengubah pola kebiasaan masyarakat dari menggunakan kendaran pribadi ke MRT. Apalagi kalau nanti MRT menambah jalur, wah, pasti lebih seru. Jalur yang menggurita dan integrasi dengan transportasi umum lain, rasanya cukup mengurangi kemacetan Jakarta secara massif.
Tuktuk di Indochina




Share: